Rabu, 05 Januari 2011

Kemiskinan Picu Beragam Permasalahan

Jakarta, Pelita
Permasalahan anak menjadi permasalahan sosial kedua terbesar setelah persoalan kemiskinan. Kemiskinan tidak hanya menimbulkan persoalan sosial lama seperti munculnya gelandangan dan pengemis serta meningkatkan angka kriminalitas.
Namun secara tidak langsung juga mempengaruhi permasalahan yang dihadapi anak-anak. Desakan kebutuhan ekonomi yang begitu kuat seringkali mendorong, baik orang tua maupun anak, untuk mengambil jalan pintas.

Makmur Sunusi. Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, menyatakan, dua hal tersebut, di Jakarta, kemarin. Permasalahan anak dan persoalan kemiskinan, saling terkait erat. Kadang orang tuaitu sendiri yang melakukan kejahatan terhadap anaknya. Contohnya saat ini banyak orang tua yang telah memperjualbelikan anaknya sejak masih dalam kandungan.
"Ini bisnis model baru. Permasalahan ini memang sulit ditangani karena tidak semua perempuan hamil kita data, kita awasi, kita monitoring sampai melahirkan. Ini menjadi PR baru yang harus sama-sama kita kerjakan untuk memberantas kejahatan anak. Kitaharapkan dengan adanya kerjasama dengan Instansi terkait sesuai dengan kesepakatan MoU enam lembaga pemerintah, hasilnya akan optimal. Minimal angkanya bisa ditekan," kata Makmur.
DI sisi lain. Makmur menambahkan, faktor kemiskinan mendorong anak melakukan berbagai tindakan kriminal. Persoalan utamanya karena anak-anak butuh makan, uang dan kehidupan. Permasalahan anak, lanjutnya, sering dikaitkan dengan pola didik orang tua. Tapi tidak semua kenakalan anak bersifat patologik sehingga memerlukan penanganan yang profesional. Hal yang paling utama menurutnya adalah anak tidak boleh dididik dengan kekerasan.
"Kenakalan terhadap anak disebabkan banyak faktor, seperti rasa tidak aman dan tidak mendapat perhatian dari keluarga, pengaruh lingkungan dan narkoba. Untuk menangani hal tersebut peran orang tua sebagai basic home untuk anak-anak tersebut perlu ditingkatkan." tukasnya.

Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan kepada anak yang sangat rentan untuk terlibat atau dilibatkan dalam kenakalan atau suatu perbuatan melanggar hukum adalah perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABU). Makmur menekankan, ABH melibatkan anak dalam proses hukum, melalui suatu peradilan khusus, bukan penjara yang se-harusnya mereka hadapi sebagai keputusan terakhir.
"Kementerian Sosial merupakan salah satu lembaga pemerintah yang mempunyai kepentingan dan tugas untuk mengawal pelaksanaan undang undang dalnm upaya perlindungan dan penegakan hak-hak anak dengan kategori status offender dan Juvenile deli-quence." tegasnya.

Kasus anak yang berhadapan dengan hukum dari tahun ke tahun kecenderungannya terus mengalami peningkatan. Data Pusdalin Kementerian Sosial menunjukkan, tahun 2008 jumlah anak nakal sebanyak 1.998.578 orang, sedangkan data aparat hukum menyebutkan sebanyak 3.800 orang.(cr-5)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support by Indonesia Webmaster